Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan mengusulkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk mempercepat relokasi rehabilitas DAS Barito yang mencakup empat daerah tangkapan air (DTA) Balangan, Barabai, Riam Kiwa, dan Kurau.
Menurut pelakasana tugas Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Fathimatuzzahra, usulan relokasi lokasi rehabilitas DAS mengacu peta indikatif yang disusun Dinas Kehutanan. Ia berkata relokasi rehab DAS karena ada penolakan masyarakat lokal atas upaya rehabilitasi hutan dari pemegang IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan).
Ada 8-9 perusahaan pemegang IPPKH dilibatkan dalam relokasi rehab DAS. “Terdeteksi sementara kurang lebih 5.000-6.000 hektare yang bisa dilakukan relokasi (rehab DAS, red), karena ada beberapa penolakan masyarakat terhadap areal yang sudah ditetapkan Kementerian LHK untuk rehab DAS,” kata Fathimatuzzahra kepada banjarhits.com, Selasa (2/2/2021).
Pemilik IPPKH wajib merehabilitasi DAS sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan Kementerian LHK. Namun, kata dia, ada masyarakat yang menolak beberapa titik rehabilitasi DAS.
“Areal-areal yang kami data itu lah yang akan kami pindahkan ke daerah-daerah tangkapan air, yang sekarang berfungsi mengurangi limpasan air ke permukaan,” ujar Aya, sapaan Fathimatuzzahra.
Aya menegaskan relokasi rehab DAS tidak memakai duit APBD dan APBN, melainkan kewajiban perusahaan pemegang IPPKH.
Adapun staf Dishut Kalsel, Arifin, membenarkan ada sebagian masyarakat menolak rehab DAS untuk ditanami pepohonan. Menurut dia, masyarakat yang becocok tanam padi menolak lahannya direhabilitasi.
“Maka direlokasi (rehab DAS, red). Misalnya di sini 100 hektare, yang bisa cuma 50 (hektare, red), 50-nya kita pindah ke sini ditanami, bukan masyarakatnya dipindah. Ini maksudnya relokasi,” ujar Arifin.
Pihaknya memprioritaskan rehabilitas lahan 5.000-an hektare tangkapan air ini yang memicu banjir, seperti Kurau, Kabupaten Tanah Laut; Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah; Riam Kiwa, Kabupaten Banjar; dan Balangan, Kabupaten Balangan.
“Yang kita anggap hulunya banjir, yang paling luas Riam Kiwa. 5.000 ini kita cari daerah tangkapan air untuk dijadikan sasaran rehab DAS,” ujar Arifin. Ia menegaskan Dishut Kalsel tidak akan merelokasi masyarakat yang menolak rehab DAS.
Menurut Arifin, ada sebagian masyarakat berasumsi rehabilitasi DAS akan menyulitkan warga lokal tanampadi. Padahal, kata dia, asumsi itu keliru karena penanaman pohon seperti petai, bisa menghasilkan untuk jangka panjang dan mengembalikan fungsi tata air.
Kementerian LHK menerbitkan SK IPPKH di Kalsel untuk 47 perusahaan, dengan luasan total 57.931 hektare. Mayoritas perusahaan itu sudah rehabilitas DAS, walaupun belum tuntas.
Banjir di Kalimantan Selatan menjadi sorotan. Koalisi masyarakat yang fokus di bidang lingkungan menyebut banjir Kalsel terjadi akibat kerusakan lingkungan. Mereka menyebut kawasan Daerah Aliran Sungai Barito yang rusak akibat tambang menjadi penyebabnya.