Ketua Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Selatan, Difriadi Darjat, angkat suara atas sengketa lahan di PT Borneo Indobara, Desa Sebamban Baru dan Sebamban Lama, Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu. Warga yang mengklaim punya tanah menduduki lahan sengketa itu sejak 11 November 2020.
Menurut Difriadi, masyarakat yang mengklaim punya tanah tidak pernah minta bantuan ke DAD Kalimantan Selatan. Ia mempersilakan warga minta bantuan ke Lembaga Adat Dayak (LAD) Kalimantan Timur. Sebaiknya, kata dia, masyarakat adat setempat saja yang berjuang, tanpa melibatkan Kalimantan Timur.
Ia melihat hal ini cuma urusan etika. “Tapi kalau dari luar namanya saja Kalimantan Timur, ngurusin adat Dayak di Kalimantan Selatan,” kata Difriadi Darjat kepada banjarhits.com, Jumat (13/11/2020).
Kalaupun ada tanah adat, masyarakat bisa pakai lembaga-lembaga setempat untuk memperjuangkan. DAD Kalsel pun mendukung upaya memperjuangkan hak masyarakat adat. Secara pribadi, ia tidak pernah mengurusi soal sengketa lahan. Difriadi mempersilakan DAD Kabupaten yang tahu masalahnya.
Ia mempersilakan tokoh-tokoh setempat bernegosiasi ke perusahaan. Apalagi, warga tidak pernah minta bantuan ke DAD Kalsel.
“Mereka cari ke Kaltim, (bawa, red) ke sini (Kalsel, red), silakan saja ada lembaga lain membantu. Tapi menurut saya, yang ada di Kalimantan Selatan saja lembaga yang bantu, enggak usah lintas provinsi lah,” kata Difriadi Darjat.
Menurut dia, AMAN Kalsel boleh saja bantu masyarakat adat dalam hal budaya dan negosiasi ke perusahaan. Tapi, Difriadi mengingatkan kata-kata Dayak jangan mudah dipakai untuk sebuah proses.
“Kita bukan berpihak ke perusahaan. (Kalau, red) Perusahaan salah ngapain kita berpihak juga? Kalau dia mengganggu masyarakat adat. Tapi diteliti betul, apakah betul tanah masyarakat adat di sana. Kalau tanah masyarakat adat, pemiliknya orang Sebamban,” kata Difriadi.
Difriadi mengusulkan penyelesaian sengketa lahan di sana lewat mekanisme pemerintahan. Sehingga tidak memicu masalah di masyarakat. Ia sudah mendengar Kemenkopolhukam ikut memediasi sengketa lahan di Sebamban. “Sehingga tidak menimbulkan masalah di masyarakat.”
Difriadi tidak tahu kenapa warga yang mengklaim pemilik tanah minta bantuan LAD Kalimantan Timur. Sebagai Ketua DAD Kalsel, Difriadi berharap warga pakai saluran-saluran di Kalimantan Selatan.
“Kan kada jauh-jauh, gimana orang lain nyampurin urusan kita. Masa dalam wilayah kita, (ada, red) orang lain. Itu kan negosiasi, kenapa DAD Kalsel berpihak ke perusahaan?” ucapnya.
Difriadi mengakui ada kerja sama kemitraan dengan DAD Tanah Bumbu. Tapi, ia menegaskan DAD Kalsel tidak serta merta membela yang salah. DAD juga punya bagian kecil dari tugas-tugas advokasi masyarakat adat. Ia mempersilakan masyarakat Sebamban menentukan sendiri apakah itu tanah masyarakat adat atau bukan.
“Kita tidak berpihak, jadi tuduhan itu silakan saja. Gunakan AMAN, lembaga masyarakat Dayak kan macam-macam organisasinya. LSM Dayak kan banyak. Kalau Kalimantan Timur kan jauh ke kita (Kalsel, red). Kita bagian kecil dari masyarakat adat, organisasi, LSM adat Dayak. Khusus DAD Kalsel tidak banyak terlibat urusan itu, karena banyak konflik kepentingan. Saya lebih banyak advokasi kesadaran masyarakat adat saja, soal budaya, kesadaran masyarakat tentang hak-hak tanah di sekitar lingkungan. Kalau urusan tambang ini, mengurangi urusan kaya gitu,” ujar Difriadi.
Pihaknya tidak terlalu cawe-cawe urusan DAD Kabupaten. Sebab, DAD Kabupaten punya kapsitas masing-masing. Ia berkata, DAD Kabupaten juga melihat kepentingan mereka dan bagaimana advokasi masyarakat. Menurut dia, tidak mudah mengatur koordinasi LSM, karena bukan organisasi pemerintahan.
“DAD Kalsel hanya melihat bagaimana persoalan masyarakat adat ini baik lah. Kita membangun hubungan baik dengan pemerintah dan masyarakat adat, itu saja prinsipnya,” ujar Difriadi.
Kebetulan Difriadi Darjat maju sebagai Calon Wakil Gubernur Kalsel saat Pilgub 2020. Disinggung kelak jika terpilih, Difriadi punya rencana menetapkan Perda Perlindungan Masyarakat Adat. Beleid ini akan memperbaiki kehidupan masyarakat adat secara pelan-pelan.
Menurut dia, menata masyarakat adat tidak boleh revolusioner, harus bertahap membangun kesadaran agar masyarakat adat tidak menjual tanahnya kepada orang lain.
“Ini perlu kesadaran masyarakat adat, itu advokasi. Secara hukum, konsepnya visi kami dan Pak Denny (Cagub Denny Indrayana, red) itu bagaimana perlindungan masyarakat adat, salah satunya membuat Perda Perlindungan Masyarakat Adat. Payung hukumnya dibikinkan. Kita ingin membuat negeri kita aman, karena ini kampung kita, rumah kita, rumah kami. Kami tidak ingin di antara kami ini konflik,” tutup Difriadi.
Adapun staf humas PT Borneo Indobara, Hamzah, irit bicara soal sengketa lahan di sana. “Saya enggak berani ngasih komentar dulu, pak. Mohon maaf sekali. Gitu saja,” kata Hamzah.